Kalimantan.Sumatera.dan Semenanjung Malaya merupakan habitat bagi banyak spesies durian liar. Menurut jurnal yang dikeluarkan oleh Herbarium Bogoriense, 20 dari 29 spesies liar durian di dunia,
ditemukan di Indonesia. Tidak hanya itu,19 dari 20 spesies yang ada di Indonesia ditemukan di Kalimantan, tujuh spesies ditemukan di Sumatera, dan satu spesies ditemukan di Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
ditemukan di Indonesia. Tidak hanya itu,19 dari 20 spesies yang ada di Indonesia ditemukan di Kalimantan, tujuh spesies ditemukan di Sumatera, dan satu spesies ditemukan di Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Sebagian besar spesies durian yang berada di Kalimantan tergolong ke dalam spesies endemik yang tumbuh liar hanya di hutan-hutan Kalimantan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan-hutan di Kalimantan. mengingat pulau ini merupakan pusat persebaran plasma nutfah durian yang sangat penting di dunia. Di antara 20 spesies yang ditemukan di Indonesia, sembilan spesies termasuk durian yang dapat dimakan.
Nama durian berasal dari istilah melayu duri karena buah ini memiliki ciri khas kulitnya dipenuhi dengan duri yang tajam, walaupun akhir-akhir ini ditemukan juga yang tidak berduri. Siapa sangka, ternyata durian masih satu famili dengan pohon kapuk (Bombacaceae). Salah satu karakter khas durian yang diturunkan dari karakter famili kapuk-kapukan, yaitu jatuh dan pecahnya kulit buah yang sudah matang dari pohonnya.
Durian memiliki nama daerah yang berbeda-beda seperti duren (Jawa, Betawi, Gayo), kadu (Sunda, Banten), duriang (manado) duliang (Toraja) dan rulen (Pulau Seram Timur). Di Sumatera Selatan, durian disebut dengan duhian dengan lafal 'h' di tenggorokan. Di kota Ambon dan Kepulauan
Lease, disebut doriang. Perkembangan yang lebih luas melalui perdagangan juga menambah kazanah nama durian. Seperti sebutan kata tu liang oleh orang-orang dari Tiongkok. Di Thailand durian dilafalkan sebagai thurian.
Nama durian berasal dari istilah melayu duri karena buah ini memiliki ciri khas kulitnya dipenuhi dengan duri yang tajam, walaupun akhir-akhir ini ditemukan juga yang tidak berduri. Siapa sangka, ternyata durian masih satu famili dengan pohon kapuk (Bombacaceae). Salah satu karakter khas durian yang diturunkan dari karakter famili kapuk-kapukan, yaitu jatuh dan pecahnya kulit buah yang sudah matang dari pohonnya.
Durian memiliki nama daerah yang berbeda-beda seperti duren (Jawa, Betawi, Gayo), kadu (Sunda, Banten), duriang (manado) duliang (Toraja) dan rulen (Pulau Seram Timur). Di Sumatera Selatan, durian disebut dengan duhian dengan lafal 'h' di tenggorokan. Di kota Ambon dan Kepulauan
Lease, disebut doriang. Perkembangan yang lebih luas melalui perdagangan juga menambah kazanah nama durian. Seperti sebutan kata tu liang oleh orang-orang dari Tiongkok. Di Thailand durian dilafalkan sebagai thurian.
Durian telah dikenal oleh dunia barat sekitar 620 tahun yang lalu. Referensi awal yang mengenalkan durian ke Eropa berdasarkan catatan adalah Niccolo Da Conti, ketika dia meiakukan perjalanan ke
Asia Tenggara pada abad ke I5. Catatan yang diterjemahkan dari bahasa Latin oleh Poggio Bracciolini menyebutkan bahwa dalarn perjalanan Da Conti telah berjumpa dengan orang-orang Sumatera yang memiliki buah hijau sebesar buah semangka yang disebut durian. Di dalamnya terdapat daging buah tebal dengan cita rasa dam aroma yang unik, menyerupai mentega dan baunya harum menyengat tajam.
Di Indonesia, durian telah dibudidayakan selama berabad-abad di tingkat desa. Tidak ditemukan dokumen kapan durian mulai dibumidayakan. Namun, durian berkembang menjadi komersial diperkirakan sejak pertengahan abad 18. ketika raja-raja Mataram memperoleh sajian buah durian pada setiap perayaan kerajaan.
Catatan paling awal mengenai sejarah durian di Indonesia (Nusantara) ditemukan terpahat sebagai relief di permukaan dinding batu Candi Borobudur. Candi yang dibangun tahun 775 - 820 Masehi ini ternyata menyimpan banyak catatan mengenai kehidupan pada masa itu. Di antara jenis buah-buahan yang ter pahat dan masih sangat jelas hingga saat ini adalah mangga, nangka, duku, pisang, kelapa, lontar/siwalan, dan durian. Bahkan, relief pohon durian yang sedang berbuah berada dalam satu bingkai bersama 11 wanita kerajaan yang menyiratkan pentingnya keberadaan durian di masa itu.
Pada masa itu belum dikenal cara okulasi atau grafting sehingga biji yang ditanam menghasilkan pohon-pohon dengan buah yang beragam, tetapi cukup berkualitas hingga saat ini. Beberapa pohon durian unggul masa lalu tersebut masih produktif menghasilkan buah. Bahkan pada saat musim panen raya, satu pohon dapat menghasilkan lebih dari 1.000 buah.
Sumber: Sejarah asal-usul Buah Durian - Kumau Info